BAB 1pnemonia oksigenasi
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pneumonia
adalah peradangan yang mengenai parenchim paru, dari broncheolus terminalis
yang mencakup broncheolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2009). Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan
akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru dan paling sering menyebabkan
kematian pada bayi dan balita (Fitriarma Putri Santoso, 2012).
Data
WHO menunjukkan, sekitar
800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia.
Pneumonia disebutkan oleh UNICEF dan WHO
sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain
seperti campak, malaria serta AIDS. World Pneumonia Day (WPD) melaporkan
Indonesia menjadi negara dengan kejadian pneumonia ke-6 terbesar di dunia (Eko
Sutriyanto, 2012). Insidens pneumonia di
Jawa Tengah sendiri dari tahun 2005 sampai 2009 rata-rata berada pada daerah
kuning (1-4 per 100.000 penduduk). Insidens pneumonia di kota semarang tahun
2009 sebesar 2,04% per 100.000 penduduk (Handayani, 2011). Insidens pneumonia
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2012 sebanyak 127 bayi dan balita terkena
pneumonia (RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2012).
Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau
aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil melalui aliran darah (hematogen). Sulit
membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis
pneumonia tersering pada bayi dan anak. Pneumonia lobaris lebih sering
ditemukan dengan pertambahan umur.
Pneumonia berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas ,sehingga pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien yang paling diutamakan (Setiawati, 2008).
Oksigenasi adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Normalnya elemen ini diperoleh dengan cara
menghirup udara ruangan
dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian oksigen (O2) ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi
sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis (Rufaidah, 2005).
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi dapat
dilakukan dengan beberapa metode seperti menggunakan kateter nasal, kanul nasal, sungkup muka sederhana, sungkup kantong rebreathing, sungkup muka dengan kantong
non rebreathing . Nebulizer
juga dapat diberikan pada orang yang mengalami gangguan sistem pernapasan
seperti batuk, pilek maupun obstruksi /
penyumbatan saluran pernapasan oleh mukus. Nebulizer cenderung diberikan pada bayi
atau anak-anak karena usia tersebut belum mampu mengeluarkan dahak secara
optimal (Rufaidah, 2005).
Penelitian
yang berjudul “Tinjauan Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) di Puskesmas Daerah terpencil pada Kabupaten Kupang tahun 2009”
dengan populasi penelitian adalah seluruh tenaga kesehatan yang menangani MTBS
pada poliklinik di 12 puskesmas yang
berjumlah 12 orang menunjukkan bahwa tinjauan penatalaksanaan pneumonia MTBS di
puskesmas daerah terpencil pada Kabupaten Kupang tahun 2009 tidak sesuai dengan
standar MTBS. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk memberikan Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi pada An. F dengan Pneumonia di ruang Melati II RSUD
Moewardi Surakarta.
B. TUJUAN
1. Tujuan
Umum
Memberikan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada An. F dengan Pneumonia di Ruang Melati II RSUD Dr. Moerwardi
Surakarta.
2. Tujuan
Khusus
a.) Memahami
konsep dasar pneumonia pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
b.) Memahami
konsep oksigenasi dengan pneumonia pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
c.) Melakukan
pengkajian pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
d.) Merumuskan
diangnosa pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
e.) Merumuskan
intervensi pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
f.) Mengimplementasikan
tindakan keperawatan untuk pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
g.) Mengevaluasi
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
C. MANFAAT
1.) Penulis
Menambah
informasi, pengetahuan dan pengalaman penulis tentang pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada anak dengan pneumonia.
2.) Pasien
Memenuhi kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan
pneumonia dan memberi bekal pengetahuan pada pasien dan keluarga tentang cara
pemenuhan kebutuhan oksigenasi saat terkena pneumonia.
3.) Institusi
Pendidikan
Menambah referensi
diperpustakaan Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang tentang pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada anak.
4.) Instansi
Pelayanan
Memberikan
masukkan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pada pasien pneumonia khususnya dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
A. KONSEP
TEORI
1. Pneumonia
Pneumonia
adalah peradangan yang mengenai parenchim paru, dari broncheolus terminalis
yang mencakup broncheolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2009). Pada pasien
yang sehat dan tidak mempunyai penyakit penyerta, pneumonia dapat disebabkan
oleh streptococcus pneumonia, mycoplasma pneumonia, haemophilus influenza,
chlamydia pneumonia, dan virus pernafasan (Gelone and O’Donnell, 2009). Manifestasi klinik yang muncul pada pneumonia
anak adalah umumnya didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas,
batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan disekitar mulut, menggigil
pada anak, kejang pada bayi, dan nyeri dada.
2. Oksigenasi
Oksigenasi
adalah salah satu komponen gas dan unsur
vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh
sel tubuh. Normalnya elemen ini peroleh
dengan cara menghirup udara
ruangan dalam setiap kali
bernafas. Penyampaian oksigen (O2)
ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler
dan keadaan hematologis (Rufaidah, 2005).
3. Pengkajian
Pengkajian
keperawatan yang dapat dilakukan dengan metode wawancara yang berkaitan dengan
keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain
yang berkaitan dengan masalah transportasi O2 metode yang lain
adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan. Data
yang diambil dapat berupa kecepatan, irama, kedalaman nafas, peningkatan suhu
tubuh,usaha nafas,sianosis. Data-data ini dapat didukung oleh hasil pemeriksaan
penunjang seperti analisa gas darah arteri, spirometer serta foto torak.
Perubahan pola nafas dapat menjadi indikator terdini atas adanya gangguan
kebutuhan oksigen pasien, kondisi ini terjadi akibat hipoksemia dan hipoksia
(Rufaidah, 2005).
B. EVIDENCE
BASED PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI PADA AN. F DENGAN PNEUMONIA
1. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan utama pada permasalahan oksigenasi
yang dapat perawat rumuskan adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas : mukus dalam jumlah berlebihan, eksudat dalam alveoli, sekresi yang
tertahan/sisa sekresi. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas
untuk mempertahankan bersihan jalan nafas (Nanda, 2012).
2.
Intervensi :
a.
Kaji status
pernafasan
Individu dengan gejala
pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik untuk perawatan
kesehatan menunjukan demam atau kadang-kadang suhu tubuh menurun, peningkatan
frekwensi pernapasan (RR), penurunan tekanan darah, denyut jantung
yang cepat, atau saturasi oksigen
yang rendah, dimana jumlah oksigen dalam darah yang diindikasikan oleh pulse oximetri atau analisis gas darah.
Orang yang kesulitan bernafas, bingung atau dengan sianosis (kulit berwarna
biru) memerlukan pertolongan segera. Saat di auskultasi akan menunjukan
beberapa hal. Hilangnya suara nafas normal, suara rales, atau whispered pectoryloqui kemudian terjadi
konsolidasi. Palpasi dan perkusi juga dapat
untuk mengetahui lebih jauh lokasi konsolidasi. Pemeriksa juga dapat
meraba untuk meningkatkan getaran dari dada ketika berbicara (fremitus raba)
(Fransisca S. K , 2000)
b.
Nebulizer
Nebulizer adalah sebuah alat yang mampu
merubah zat dalam bentuk cair ke uap. Pada umumnya nebulizer diberikan pada
orang yang mengalami gangguan sistem pernapasan seperti batuk, pilek maupun
obstruksi / penyumbatan saluran pernapasan oleh mukus. Nebulizer cenderung
diberikan pada bayi atau anak-anak karena usia tersebut belum mampu mengeluarkan
dahak secara optimal.
Sbuah penelitian dilakukan di Amerika
dengan judul Efficiency of Nebulized Ceftazidime and Amikacine in
Patients with Pneumonia . Penelitian yang digunakan merupakan penelitian
prospektif dan komparatif ini melibatkan 40 pasien yang diventilasi dengan VAP
yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
lamanya ventilasi, angka kejadian kematian dan rekurensi VAP karena pseudomonas
tidak berbeda secara bermakna antara kelompok terapi aerosol (nebulizer) dengan
kelompok intravena. Peningkatan volume pernapasan (gas) dan penurunan volume
jaringan pada hari ke-8 dibandingkan dengan baseline juga tidak berbeda secara
bermakna antara kedua kelompok penelitian (Kalbe medikal dept, 2012).
c.
Fisioterapi
Dada
Dilakukan
pada bayi dengan retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan
bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi, meningkatkan efisiensi
pernapasan dan ekspansi paru, memperkuat otot pernapasan, mengeluarkan secret
dari saluran pernapasan, bayi dapat bernapas dengan bebas dan tubuh
mendapatkan oksigen yang cukup.
Penelitian yang berjudul “Effect of Chest Physiotherapy on Improving Chest
Airways among Infants with Pneumonia”, dengan menggunakan desain
eksperimental kuasi. Sebanyak 60 bayi (dibagi rata dan secara acak ke 30 dalam
studi dan 30 di kelompok kontrol) direkrut sesuai dengan kriterian inklusi. Ada
statistik signifikan perbedaan
antara studi dan kelompok kontrol
mengenai frekuensi terapi oksigen dan suction/hari setelah menerapkan
intervensi dari sebelumnya (p <0,05). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Chest Physiotherapy (CPT) efektif dalam
meningkatkan dada saluran
udara pada bayi dengan pneumonia
dalam bentuk penurunan kebutuhan oksigen dan frekuensi penyedotan
( Hussein dan Elsamman, 2011).
d.
Pemberian O2
melalui nasal kanul
Nasal kanul merupakan selang bantu pernafasan yang di
letakan pada lubang hidung. Nasal kanul memiliki keuntungan yaitu pemberian
oksigen stabil dengan volume tidal dan laju, pernafasan teratur, memenuhi
kebutuhan oksigen dalam tubuh karena
mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen.
Pasien dengan pneumonia berat atau sangat berat yang sedang sekarat karena
kekurangan oksigen, tampaknya logis untuk memberikan oksigen untuk menjaga
pasien tetap hidup sampai pertahanan tubuh
dan antibiotik memiliki waktu untuk membunuh patogen penyebab infeksi. Penelitian
dipapua nugini menunjukkan, bahwa ada penurunan substansial dalam kematian
ketika oksigen diberikan kepada pasien dengan pneumonia yang sangat parah yang
hipoksemia (Harahap, 2005).
e.
Pemberian
suplemen zink dan antimikroba
Zink
dan antimikroba standar mempercepat pemulihan pneumonia berat pada anak usia di
bawah dua tahun. Terapi
zinc dapat meningkatkan kerja dari sitem imun dengan mendorong proses
fagositosis dan mencegah kematian dari sel limfosit T (terutama pada pasien
yang menderita HIV).
Penelitian mengenai “Efektivitas
Suplemen Zink pada Pneumonia Anak” merupakan penelitian tersamar ganda, acak, dengan pembanding plasebo terhadap 352 anak dengan rentang usia
6 bulan hingga 5 tahun yang mendapat terapi antibiotik standar atas indikasi
infeksi pneumonia berat di RS Mulago, Afrika.
Hasil dari kesimpulan penelitian ini adalah meskipun tambahan suplemen zinc
pada terapi standar kasus pneumonia tidak mempercepat durasi penyembuhan,
akan tetapi secara signifikan dapat menurunkan kasus kematian (Wahani, 2012).
BAB III
LAPORAN
KASUS
Hasil pengkajian
didapatkan, klien masuk RSUD Dr. Moewardi Surakarta tanggal 6 Desember 2012. Ibu klien mengatakan
An. F ± 6 hari demam, panas, batuk berdahak, pilek, sesak nafas, muntah saat
batuk. An. F awalnya diperiksakan ke bidan namun karena keterbatasan peralatan,
An. F dibawa ke klinik terdekat dan mendapatkan Oksigen 2 lt/menit, antibiotik
Cefotaxime 100 mg (inj iv) dan Sanmol. Setelah mendapatkan penanganan sementara
di klinik klien langsung dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berdasarkan
hasil pemeriksaan klien didiagnosa pneumonia.
Pengkajian
dilakukan oleh penulis pada tanggal 9 Desember 2012 dan didapatkan data
keluarga klien mengatakan kurang lebih 9 hari batuk berdahak dan sesak nafas.
Klien menggunakan O2 nasal kanul 2 liter/menit, RR: 32 x/menit, HR: 152
x/menit, S: 36,2 0 C, SPO2: 99%, capilary refil > 3
detik, Hb: 9.3 g/dl (low), PH: 7.390 (high ). Pemeriksaan dada inspeksi:
retraksi subcostal, palpasi: vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama bagian
kiri getaran kurang, perkusi: redup, RBH (ronchi basah halus).
Diagnosa
keperawatan yang diambil pada An. F adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas. Rencana tindakan keperawatan yang
disusun mempunyai tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil: sesak nafas
berkurang, sekret dapat keluar, capillary refil < dari 3 detik, Hb normal
(14.9-23.7), PH normal ( 7.110-7360), pemeriksaan dada : inspeksi : tidak ada
retraksi sucostal, palpasi: vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi :
sonor, auskultasi : vesikuler. Rencana
keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
1. Kaji
status pernafasan.
2. Lakukan
fisioterapi dada.
3. Pemberian
O2 melalui nasal kanul.
4. Nebulizer
5. Pemberian
zink dan antimikroba
Tabel 3.1
Implementasi Keperawatan pada An. F dengan Pneumonia di Ruang
Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta tanggal 9 s/d 11
Desember 2012
Tanggal/Jam
|
Implementasi
|
Respon
|
Paraf
|
9
Desember 2012
16.00 WIB
|
Mengkaji status
pernafasan
|
S:
Keluarga klien mengatakan An. F sesak nafas
O:
I : Retraksi subcostal
P : Vocal fremitus
kanan dan kiri tidsk sama
P : Redup bagian
basalis posterior kanan dan kiri
A : Ronchi basah halus (RBH)
SPO2
: 99%
RR
: 32 x/menit
HR
: 152 x/menit
S
: 36,20C
Capilary
refil : < 3 detik
Hb:
9.3 g/dl
PH:
7.390 (basa)
|
Nawa
|
16.20 WIB
|
Melakukan kolaborasi
pemberian antibiotik
Injeksi
Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi
Gentamicin 25 mg / IV
|
S:Keluarga
mengatakan An. F menangis setelah diinjeksi
O:Tidak
ada respon
alergi
pasien tidak
sesak
nafas
|
Nawa
|
18.05 WIB
|
Melakukan Fisioterapi
Dada
Persiapan klien untuk
fisioterapi dada:
1. Melonggarkan
baju pasien
2. Menerangkan
cara pengobatan kepada keluarga secara ringkas dan jelas
3. Memeriksa
pernafasan dan nadi pasien
4. Mengkaji
pasien apakah pasien mempunyai reflek batuk atau memerlukan suction untuk
mengeluarkan secret
Cara melakukan
fisioterapi dada:
1. Jelaskan
prosedur
2. Kaji
area paru
3. Fisioterapi
dada dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit
4. Posisi klien saat fisioterapi dada adalah klien berbaring
terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 450
sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi sekret berada pada bronkus
basalis posterior kanan dan kiri.
5. Tampung
sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih.
|
S:
Keluarga klien mengatakan An.F belum pernah difisioterapi dada
O:
Sekret bisa keluar berwarna kuning kental
|
Nawa
|
19.00 WIB
|
Memberikan O2
melalui nasal kanul 2 liter/menit
|
S:Keluarga
klien mengatakan An. F masih sesak nafas
O:
Setelah diberikan O2 sebanyak 2 lt/menit An. F sudah tidak sesak
RR
: 36 x/menit
|
Nawa
|
10
Desember 2012
08.00 WIB
|
Mengkaji status
pernafasan
|
S:
Keluarga klien mengatakan An. F sesak mulai berkurang , tetapi terkadang
masih batuk .
O:
I : Tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus
kanan dan kiri tidak sama,
P : redup pada bagian
basalis posterior kanan dan kiri
A : Ronchi basah
halus (RBH)
SPO2 : 98%
RR : 38 x/menit
HR : 128 x/menit
S : 36,70 C
Capilary
refil : < 3 detik
Hb:
9.3 g/dl
PH: 7.390
|
Nawa
|
08.20 WIB
|
Melakukan kolaborasi
pemberian antibiotik
Injeksi
Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi
Gentamicin 25 mg / IV
|
S:
Keluarga klien mengatakan An. F menangis setelah diinjeksi
O
: Tidak ada respon alergi
|
Nawa
|
10.00 WIB
|
Melakukan Fisioterapi
dada
Persiapan klien untuk
fisioterapi dada:
1. Melonggarkan
baju pasien
2. Menerangkan
cara pengobatan kepada keluarga secara ringkas dan jelas
3. Memeriksa
pernafasan dan nadi pasien
4. Mengkaji
pasien apakah pasien mempunyai reflek batuk atau memerlukan suction untuk
mengeluarkan secret
Cara melakukan
fisioterapi dada:
1. Jelaskan
prosedur
Kaji area paru
2. Fisioterapi
dada dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit
3. Posisi klien saat fisioterapi dada adalah klien
berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur
ditinggikan 450 sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi
sekret berada pada bronkus basalis posterior kanan dan kiri.
4. Tampung
sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih.
|
S:
Keluarga klien mengatakan setelah dilakukan fisioterapi dada sekret dapat
keluar
O:Sekret
bisa keluar berwarna putih
|
Nawa
|
11.15 WIB
|
Memberikan O2
melalui nasal kanul 2 liter/menit
|
S:
Keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas
O:
O2 nasal kanul 2 liter/menit dilepas
RR
: 36 x/menit
|
Nawa
|
13.00 WIB
|
Mengkaji status
pernafasan
|
S
: Keluarga klien mengatakan An. F
sudah tidak sesak nafas
O :
I : Tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus
kanan dan kiri tidak sama
P : Redup pada bagian
basalis posterior kanan dan kiri
A : Ronchi basah
halus (RBH)
SO2
: 99%
RR
: 36 x/menit
HR
: 118 x/menit
S : 36,50 C
|
Nawa
|
16.00 WIB
|
Melakukan fisioterapi
dada
Persiapan klien untuk
fisioterapi dada:
1. Melonggarkan
baju pasien
2. Menerangkan
cara pengobatan kepada keluarga secar ringkas dan jelas
3. Memeriksa
pernafasan dan nadi pasien
4. Mengkaji
pasien apakah pasien mempunyai reflek batuk atau memerlukan suction untuk
mengeluarkan sekret
Cara melakukan
fisioterapi dada:
1. Jelaskan
prosedur
2. Kaji
area paru
3. Fisioterapi
dada dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit
4. Posisi klien saat fisioterapi dada adalah klien
berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur
ditinggikan 450 sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi
sekret berada pada bronkus basalis posterior kanan dan kiri.
5. Tampung
sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih.
|
S
: Keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas
O
: Sekret bisa keluar berwarna putih
RR
: 36 x/menit
|
Nawa
|
16. 15 WIB
|
Melakukan kolaborasi
pemberian antibiotik
Injeksi
Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi
Gentamicin 25 mg / IV
|
S:
Keluarga klien mengatakan An. F menangis setelah diinjeksi
O:
Tidak ada repon alergi,pasien tidak sesak nafas
|
Nawa
|
19.00
|
Mengkaji status
pernafasan
|
S
: Keluarga klien mengatakan An. F tidak sesak nafas
O
:
SO2
: 98%
RR
: 36 x/menit
HR
: 120 x/menit
S : 36,90 C
I : Retraksi subcostal
P : Vocal fremitus
kanan dan kiri tidak sama, bagian kiri getaran kurang
P : Redup pada bagian
basalis posterior kanan dan kiri
A : Ronchi basah
halus (RBH)
|
Nawa
|
11
Desember 2012
08.00 WIB
|
Mengkaji status
pernafasan klien
|
S:
Kelurga klien mengatakan An.F lebih baik,tidak sesak nafas.
O:
I :
tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus
kanan dan kiri sama
P : Sonor
A : Vesikuler
SO2 : 99%
RR : 36 x/menit
HR : 124 x/menit
S : 36,80 C
|
Nawa
|
08.30 WIB
|
Melakukan kolaborasi
pemberian antibiotik
Injeksi
Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi Gentamicin 25
mg / IV
|
S: Keluarga klien mengatakan An. F menangis
setelah diinjeksi
O:
Tidak ada respon alergi, pasien tdak sesak
|
Nawa
|
10.00 WIB
|
Melakukan Fisioterapi
dada
Persiapan klien untuk
fisioterapi dada:
1. Melonggarkan
baju pasien
2. Menerangkan
cara pengobatan kepada keluarga secar ringkas dan jelas
3. Memeriksa
pernafasan dan nadi pasien
4. Mengkaji
pasien apakah pasien mempunyai reflek batuk atau memerlukan suction untuk
mengeluarkan sekret
Cara melakukan
fisioterapi dada:
1. Jelaskan
prosedur
2. Kaji
area paru
3. Fisioterapi
dada dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit
4. Posisi klien saat fisioterapi dada adalah klien
berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur
ditinggikan 450 sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi
sekret berada pada bronkus basalis posterior kanan dan kiri.
5. Tampung
sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih.
|
S:
Keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas
O:
I :
tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus kanan
dan kiri sama
P : Sonor
A : Vesikuler
|
Nawa
|
13.00 WIB
|
Mengkaji status
pernafasan
|
S
: Keluarga klien mengatakan An.F tidak sesak nafas
O
:
I : tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus
kanan dan kiri sama
P : Sonor
A : Vesikuler
SPO2 : 99%
RR : 38 x/menit
HR : 124 x/menit
S : 36,80 C
|
Nawa
|
16.00 WIB
|
Melakukan kolaborasi
pemberian antibiotik
Injeksi
Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi
Gentamicin 25 mg / IV
|
S
: Keluarga klien mengatakan An. F menangis setelah diinjeksi
O
: Tidak ada respon alergi, pasien tidak sesak
|
Nawa
|
19.00 WIB
|
Mengkaji status
pernafasan
|
S
: Keluarga klien mengatakan An. F tidak sesak nafas
O
:
I : tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus
sama
P : Sonor
A : Vesikuler
SO2 : 99%
RR : 38 x/menit
HR : 124 x/menit
S : 37,80 C
|
Nawa
|
Hasil evaluasi tanggal 9 Desember 2012 jam
20.00 WIB didapatkan S: keluarga klien mengatakan An. F sesak nafas, O: SPO2
: 90%, RR : 36 x/menit, HR : 114 x/menit,
S: 36,70 C, terpasang O2 nasal kanul 2 lt/menit, Inspeksi:
retraksi subcostal, Perkusi: Vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama bagian
kiri getaran kurang, Palpasi: redup, Auskultasi: RBH (ronchi basah halus), A:
masalah belum teratasi, P: lanjutkan intervensi: Mengkaji status pernafasan,
melakukan fisioterapi dada, memberikan O2 nasal kanul 2 liter/menit,
kolaborasi pemberian antibiotik.
Evaluasi tanggal 10 Desember 2012 jam 19.00
WIB, S: keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas, SPO2 : 98%,
RR : 36 x/menit, HR : 120 x/menit, S: 36,90 C, O2 nasal
kanul 2 liter/menit dilepas, pemeriksaan dada Inspeksi: Retraksi subcostal , Perkusi:
Vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama bagian kiri getaran kurang, Palpasi: Redup,
Auskultasi: Ronchi basah halus (RBH), A: masalah belum teratasi, P: lanjutkan
intervensi : Mengkaji status pernafasan, melakukan fisioterapi dada, kolaborasi
pemberian antibiotik.
Evaluasi tanggal 11 Desember 2012 jam 20.00
WIB, S: keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas, O: SPO2
: 99%, RR : 38 x/menit, HR : 124
x/menit, S : 37,80 C, Inspeksi:
tidak ada retraksi subcostal, Palpasi: Vocal fremitus sama, Perkusi:
Sonor, Auskultasi: Vesikuler, A: masalah teratasi, P: pertahankan intervensi:
Mengkaji status pernafasan, melakukan fisioterapi dada, kolaborasi pemberian
antibiotik.
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil pengkajian yang didapatkan An. F sesak nafas, RR : 36 x/menit, pada
inspeksi ditemukan retraksi subcostal, perkusi ditemukan vocal fremitus kanan
dan kiri tidak sama, palpasi redup diarea basalis posterior kanan dan kiri,
auskultasi ronchi basah halus (RBH). Berdasarkan teori tentang tanda dan gejala
pneumonia, frekuensi pernafasan pada pneumonia lebih dari 50 x/menit,
sedangkan RR klien 36 x/menit. Hal ini terjadi
karena klien telah mendapatkan perawatan ± 4 hari mendapat berbagai
terapi seperti : O2 nasal kanul 2 liter/menit, mendapat
obat injeksi ampicilin 75 mg dan injeksi gentamicin 25 mg sehingga frekuensi
penafasan klien berangsur normal.
Pengkajian pemeriksaan
dada pada inspeksi didapatkan retraksi subscostal karena adanya penumpukan
sekret di dalam alveolus dan bronkiolus sehingga saat inspirasi klien harus
menghirup O2 dengan kuat dan terjadi tarikan dinding dada.
Pemeriksaan dada perkusi didapatkan suara redup bagian basalis posterior kanan
dan kiri, redup terjadi karena adanya penumpukan sekret di dalam alveolus dan
bronkiolus
Diagnosa keperawatan
yang muncul adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas : mukus dalam
jumlah berlebihan, eksudat dalam alveoli, sekresi yang tertahan/sisa sekresi
(Nanda, 2012). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas. Anak-anak cenderung lebih beresiko untuk
terjadi penumpukan sekret karena pada anak usia bayi dan balita belum mampu
mengeluarkan dahak sendiri. Selain itu pada bayi dan balita sistem kekebalan
tubuhnya belum sempurna sehingga mudah terkena infeksi.
Rencana keperawatan
yang disusun antara lain kaji status pernafasan, nebulizer, fisioterapi dada,
pemberian O2 nasal kanul, pemberian zink, kolaborasi pemberian antibiotik
dalam pelaksanaannya ada 2 rencana keperawatan yang tidak dilakukan yaitu pemberian
nebulizer dan pemberian zink.
Nebulizer tidak
diberikan karena tidak ada program dari dokter. Indikasi pemberian nebulizer
sendiri yaitu diberikan pada penderita
asma, bronko pnemonia, penderita alergi saluran pernapasan,
atau penderita batuk pilek dengan dahak atau lendir berlebihan, An. F sendiri dengan pemberian
O2 nasal kanul 2 liter/menit serta mendapat terapi obat injeksi ampicilin
75 mg dan injeksi gentamicin 25 mg, RR : 36 x/menit status respirasinya sudah membaik
sehingga tidak diberikan nebulizer. Pemberian zink juga tidak dilakukan karena
tidak ada program dari dokter. Zink sendiri berfungsi mempercepat pemulihan
pneumonia berat pada anak usia di bawah dua tahun (Wahani, 2012).
An. F sudah mendapatkan ASI eksklusif yang baik untuk sistem imunitasnya sehingga
ASI eksklusif tersebut dapat menggantikan pemberian zink.
Implementasi pertama yang dilakukan adalah pengkajian status
pernafasan menurut (Fransisca S. K , 2000 ) yang dilakukan 10 x selama 3x24
jam, dilakukan sebelum tindakan mandiri keperawatan dan kolaborasi pemberian
antibiotik, pada pemeriksaan dada yang penulis lakukan didapatkan inspeksi :
retraksi subcostal, palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama bagian
kiri getaran kurang, perkusi : redup, auskultasi : RBH (ronchi basah halus).
Hasil dari monitoring dapat dilihat dalam grafik 4.1,4.2

Grafik 4.1, pada hari
pertama sampai tiga hari pengkajian frekuensi nafas dalam batas normal 25 – 50
x/menit. Pada hari kedua frekuensi pernafasan mulai turun menjadi 32 x/menit
namun masih dalam batas normal dan pada hari ketiga frekuensi nafas mulai naik
menjadi 38 x/menit karena pada pengkajian hari ketiga klien mengalami demam
sehingga frekuensi pernafasan menjadi lebih cepat.

Grafik 4.2, pada hari
pertama pengkajian didapatkan SPO2 klien rendah 95% karena klien masih sesak nafas, pengkajian
hari kedua dan ketiga SPO2 klien berangsur membaik menjadi dari 98%
sampai 99% karena klien sudah mendapat tindakan keperawatan yaitu menggunakan O2
nasal kanul dan diberikan obat injeksi ampicilin 75 mg juga gentamisin 25 mg sehingga
pernafasan klien membaik.
Implementasi yang kedua adalah melakukan fisioterapi dada sebanyak 4 x
selama 3 x 24 jam. Fisioterapi dada pada An. F pertama dilakukan oleh perawat
ruang selanjutnya dilakukan oleh penulis di dampingi oleh perawat ruang. Cara
melakukan fisioterapi dada: jelaskan prosedur, kaji area paru, fisioterapi dada
dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit, posisi klien saat fisioterapi dada adalah klien
berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur
ditinggikan 450 sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi
sekret berada pada bronkus basalis posterior kanan dan kiri, tampung sekresi
yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih. Tindakan fisioterapi dada sesuai
dengan teori yang penulis dapat menurut (Hussein dan Elsamman, 2011) karena
hasil bunyi saat dilakukan fisioterapi dada adalah vesikuler.
Implementasi yang ketiga adalah
memberikan O2 yang (Harahap,
2005 )efektif
diberikan pada klien dengan perubahan pola nafas keadaan gawat. Pada saat
penulis datang untuk melakukan pengkajian An. F sudah menggunakan O2
nasal kanul 2 liter/menit dan pada hari kedua pengkajian O2 nasal
kanul dilepas karena status respirasi baik ditandai dengan An. Fsudah tidak
sesak nafas, SPO2 99%, RR : 38 x/menit. Tindakan pemberian O2 nasal
kanul 2 liter/menit sesuai dengan teori yang penulis dapat penelitian dipapua
nugini menunjukkan, bahwa ada penurunan substansial dalam kematian ketika
oksigen diberikan kepada pasien dengan pneumonia yang sangat parah hipoksemia. Oksigen sendiri pada proses respirasi digunakan sebagai
energi untuk melakukan proses respirasi.
Implementasi yang keempat
adalah kolaborasi pemberian antibiotik. Obat yang diberikan pada An. F adalah injeksi
ampicilin 75 mg, injeksi gentamicin 25 mg sebanyak 3 x sehari melalui intra
vena. Injeksi ampicilin digunakan untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan
seperti pneumonia yang merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat
bekterisid. Injeksi gentamicin sendiri digunakan untuk pengobatan septikemia,
meningitis, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran pencernaa, infeksi pada
kulit. Antibiotik
termasuk dalam obat-obatan terapi, diformulasikan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri, pada pasien dengan pneumonia disebabkan oleh
bakteri streptococcus
pneumonia, mycoplasma pneumonia, haemophilus influenza, chlamydia pneumonia,
dan virus pernafasan (Gelone and O’Donnell, 2009). Apabila bakteri atau virus
itu sudah mati akan memperlancar oksigenasi klien, karena tidak ada sekret yang
menumpuk akibat terinfeksi bakteri.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam hasil evaluasi sesuai dengan yang diharapkan oleh penulis
yaitu jalan nafas efektif dengan
kriteria hasil, An. F tidak sesak nafas, sekret dapat keluar, capilary refil
< 3detik, Hb : 12.6 g/dl, pemeriksaan dada inspeksi : tidak ada retraksi
subcostal, palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi : sonor,
auskultasi : vesikuler. Dilakukan sesuai dengan teori yang penulis dapat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pneumonia merupakan peradangan yang
mengenai parenchim paru, dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.
2.
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan
paling dasar yang dibutuhkan semua orang khususnya pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi seperti pneumonia.
3.
Pengkajian pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien dengan pneumonia dengan metode wawancara yang berkaitan
dengan keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan
lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O2 metode yang lain
adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan.
4.
Diagnosa yang muncul adalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
5.
Intervensi yang dilakukan oleh penulis
adalah kaji status pernafasan, lakukan fisioterapi dada, pemberian O2,
yang efektif untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi pada An. F.
6.
Implementasi yang dilakukan untuk
menangani ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah dengan mengkaji status
pernafasan,
memonitor KU dan TTV,
melakukan fisioterapi dada dan memberikan O2 nasal kanul untuk
memenuhi kebutuhan oksigen didalam tubuh.
7.
Hasil evaluasi sesuai dengan yang
diharapkan penulis. Jalan nafas An. F efektif dengan kriterian hasil An. F
sudah tidak sesak nafas, sekret dapat keluar, capilary refil <
3detik, Hb : 12.6 g/dl, pemeriksaan dada inspeksi : tidak ada retraksi
subcostal, palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi : sonor,
auskultasi : vesikuler.
B. Saran
1. Bagi
Penulis
Diharapkan dapat
mengimplementasikan pemberian kebutuhan oksigenasi bagi pasien yang mengalami
gangguan pernafasan.
2. Bagi
Pasien
Diharapkan dapat
memberi bekal pengetahuan kepada keluarga dalam pemberian kebutuhan oksigenasi.
3. Bagi
institusi pendidikan
Diharapkan
mengembangkan kurikulum dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kebutuhan oksigenasi.
4. Bagi
Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadikan acuan
untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan oksigenasi.
Casinos Near Foxwoods Resort Casino - Mapyro
BalasHapusWhere to stay near Foxwoods Resort Casino? · Foxwoods Resort Casino. 3131 구미 출장샵 W. 김천 출장샵 Virgin Hotels Las Vegas. 2131 화성 출장안마 Las Vegas 화성 출장샵 Blvd South Las 포항 출장마사지 Vegas, NV 89109.