Rabu, 24 Juli 2013

Karya Tulis Ilmiah Pneumonia part 1

PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenchim paru, dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2009). Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru dan paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan balita (Fitriarma Putri Santoso, 2012).
Data  WHO menunjukkan, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Pneumonia disebutkan oleh UNICEF dan WHO  sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria serta AIDS. World Pneumonia Day (WPD) melaporkan Indonesia menjadi negara dengan kejadian pneumonia ke-6 terbesar di dunia (Eko Sutriyanto, 2012).  Insidens pneumonia di Jawa Tengah sendiri dari tahun 2005 sampai 2009 rata-rata berada pada daerah kuning (1-4 per 100.000 penduduk). Insidens pneumonia di kota semarang tahun 2009 sebesar 2,04% per 100.000 penduduk (Handayani, 2011). Insidens pneumonia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2012 sebanyak 127 bayi dan balita terkena pneumonia (RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2012).
Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil melalui aliran darah (hematogen). Sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan pertambahan umur.  Pneumonia berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas ,sehingga pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien yang paling diutamakan (Setiawati, 2008).
Oksigenasi adalah salah  satu komponen gas dan unsur  vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Normalnya  elemen ini diperoleh  dengan cara  menghirup  udara  ruangan  dalam  setiap kali  bernafas.  Penyampaian oksigen (O2) ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis (Rufaidah, 2005).
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti menggunakan kateter  nasal, kanul nasal, sungkup  muka sederhana, sungkup kantong rebreathing, sungkup muka dengan     kantong  non rebreathing . Nebulizer juga dapat diberikan pada orang yang mengalami gangguan sistem pernapasan seperti batuk,  pilek maupun obstruksi / penyumbatan saluran pernapasan oleh mukus. Nebulizer cenderung diberikan pada bayi atau anak-anak karena usia tersebut belum mampu mengeluarkan dahak secara optimal (Rufaidah, 2005).
Penelitian yang berjudul “Tinjauan Penatalaksanaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Daerah terpencil pada Kabupaten Kupang tahun 2009” dengan populasi penelitian adalah seluruh tenaga kesehatan yang menangani MTBS pada poliklinik  di 12 puskesmas yang berjumlah 12 orang menunjukkan bahwa tinjauan penatalaksanaan pneumonia MTBS di puskesmas daerah terpencil pada Kabupaten Kupang tahun 2009 tidak sesuai dengan standar MTBS. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk memberikan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada An. F dengan Pneumonia di ruang Melati II RSUD Moewardi Surakarta.

B.     TUJUAN
1.      Tujuan Umum
Memberikan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F dengan Pneumonia di Ruang Melati II RSUD Dr. Moerwardi Surakarta.
2.      Tujuan Khusus
a.)    Memahami konsep dasar pneumonia pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
b.)    Memahami konsep oksigenasi dengan pneumonia pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
c.)    Melakukan pengkajian pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
d.)   Merumuskan diangnosa pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
e.)    Merumuskan intervensi pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
f.)     Mengimplementasikan tindakan keperawatan untuk  pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
g.)    Mengevaluasi pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada An. F di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

C.     MANFAAT
1.)    Penulis
Menambah informasi, pengetahuan dan pengalaman penulis tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada anak dengan pneumonia.
2.)    Pasien
Memenuhi  kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan pneumonia dan memberi bekal pengetahuan pada pasien dan keluarga tentang cara pemenuhan kebutuhan oksigenasi saat terkena pneumonia.
3.)    Institusi Pendidikan
Menambah referensi diperpustakaan Akper Kesdam IV/Diponegoro Semarang tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada anak.


4.)    Instansi Pelayanan
Memberikan masukkan untuk  meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien pneumonia khususnya dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.



















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A.    KONSEP TEORI
1.      Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenchim paru, dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2009). Pada pasien yang sehat dan tidak mempunyai penyakit penyerta, pneumonia dapat disebabkan oleh streptococcus pneumonia, mycoplasma pneumonia, haemophilus influenza, chlamydia pneumonia, dan virus pernafasan (Gelone and O’Donnell, 2009).  Manifestasi klinik yang muncul pada pneumonia anak adalah umumnya didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas, batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan disekitar mulut, menggigil pada anak, kejang pada bayi, dan nyeri dada.
2.      Oksigenasi
Oksigenasi adalah salah  satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Normalnya elemen ini peroleh  dengan cara  menghirup  udara  ruangan  dalam  setiap kali  bernafas.  Penyampaian oksigen (O2) ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis (Rufaidah, 2005).
3.      Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang dapat dilakukan dengan metode wawancara yang berkaitan dengan keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O2 metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan. Data yang diambil dapat berupa kecepatan, irama, kedalaman nafas, peningkatan suhu tubuh,usaha nafas,sianosis. Data-data ini dapat didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang seperti analisa gas darah arteri, spirometer serta foto torak. Perubahan pola nafas dapat menjadi indikator terdini atas adanya gangguan kebutuhan oksigen pasien, kondisi ini terjadi akibat hipoksemia dan hipoksia (Rufaidah, 2005).

B.     EVIDENCE BASED PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA AN. F DENGAN PNEUMONIA
1.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pada permasalahan oksigenasi   yang dapat perawat rumuskan adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas : mukus dalam jumlah berlebihan, eksudat dalam alveoli, sekresi yang tertahan/sisa sekresi. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas (Nanda, 2012).
2.    Intervensi :
a.       Kaji status pernafasan
Individu dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik untuk perawatan kesehatan menunjukan demam atau kadang-kadang suhu tubuh menurun, peningkatan frekwensi pernapasan (RR), penurunan tekanan darah, denyut  jantung  yang  cepat, atau saturasi oksigen yang rendah, dimana jumlah oksigen dalam darah yang diindikasikan oleh pulse oximetri atau analisis gas darah. Orang yang kesulitan bernafas, bingung atau dengan sianosis (kulit berwarna biru) memerlukan pertolongan segera. Saat di auskultasi akan menunjukan beberapa hal. Hilangnya suara nafas normal, suara rales, atau whispered pectoryloqui kemudian terjadi konsolidasi. Palpasi dan perkusi juga dapat  untuk mengetahui lebih jauh lokasi konsolidasi. Pemeriksa juga dapat meraba untuk meningkatkan getaran dari dada ketika berbicara (fremitus raba) (Fransisca S. K , 2000)
b.      Nebulizer
Nebulizer adalah sebuah alat yang mampu merubah zat dalam bentuk cair ke uap. Pada umumnya nebulizer diberikan pada orang yang mengalami gangguan sistem pernapasan seperti batuk, pilek maupun obstruksi / penyumbatan saluran pernapasan oleh mukus. Nebulizer cenderung diberikan pada bayi atau anak-anak karena usia tersebut belum mampu mengeluarkan dahak secara optimal.
Sbuah penelitian dilakukan di Amerika dengan judul Efficiency of  Nebulized Ceftazidime and Amikacine in Patients with Pneumonia . Penelitian yang digunakan merupakan penelitian prospektif dan komparatif ini melibatkan 40 pasien yang diventilasi dengan VAP yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa lamanya ventilasi, angka kejadian kematian dan rekurensi VAP karena pseudomonas tidak berbeda secara bermakna antara kelompok terapi aerosol (nebulizer) dengan kelompok intravena. Peningkatan volume pernapasan (gas) dan penurunan volume jaringan pada hari ke-8 dibandingkan dengan baseline juga tidak berbeda secara bermakna antara kedua kelompok penelitian (Kalbe medikal dept, 2012).
c.       Fisioterapi Dada
Dilakukan pada bayi dengan retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi, meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru, memperkuat otot pernapasan, mengeluarkan secret dari saluran pernapasan, bayi dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup.
Penelitian yang berjudul “Effect of Chest Physiotherapy on Improving Chest Airways among Infants with Pneumonia”, dengan menggunakan desain eksperimental kuasi. Sebanyak 60 bayi (dibagi rata dan secara acak ke 30 dalam studi dan 30 di kelompok kontrol) direkrut sesuai dengan kriterian inklusi.  Ada  statistik  signifikan perbedaan antara  studi dan kelompok kontrol mengenai frekuensi terapi oksigen dan suction/hari setelah menerapkan intervensi dari sebelumnya (p <0,05). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Chest Physiotherapy (CPT) efektif dalam meningkatkan  dada  saluran  udara  pada bayi dengan pneumonia dalam  bentuk  penurunan kebutuhan oksigen dan frekuensi penyedotan ( Hussein dan Elsamman, 2011).
d.      Pemberian O2 melalui nasal kanul
Nasal kanul merupakan selang bantu pernafasan yang di letakan pada lubang hidung. Nasal kanul memiliki keuntungan yaitu pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju, pernafasan teratur, memenuhi kebutuhan oksigen dalam  tubuh karena mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen.
Pasien dengan pneumonia berat atau sangat berat yang sedang sekarat karena kekurangan oksigen, tampaknya logis untuk memberikan oksigen untuk menjaga pasien tetap hidup sampai pertahanan  tubuh dan antibiotik memiliki waktu untuk membunuh patogen penyebab infeksi. Penelitian dipapua nugini menunjukkan, bahwa ada penurunan substansial dalam kematian ketika oksigen diberikan kepada pasien dengan pneumonia yang sangat parah yang hipoksemia (Harahap, 2005).

e.       Pemberian suplemen zink dan antimikroba
Zink dan antimikroba standar mempercepat pemulihan pneumonia berat pada anak usia di bawah dua tahun. Terapi zinc dapat meningkatkan kerja dari sitem imun dengan mendorong proses fagositosis dan mencegah kematian dari sel limfosit T (terutama pada pasien yang menderita HIV).
Penelitian mengenai “Efektivitas Suplemen Zink pada Pneumonia Anak” merupakan penelitian tersamar ganda, acak, dengan pembanding  plasebo terhadap 352 anak dengan rentang usia 6 bulan hingga 5 tahun yang mendapat terapi antibiotik standar atas indikasi infeksi pneumonia berat di RS Mulago,  Afrika.  Hasil dari kesimpulan penelitian ini adalah meskipun tambahan suplemen zinc pada terapi standar kasus pneumonia tidak mempercepat durasi penyembuhan, akan tetapi secara signifikan dapat menurunkan kasus kematian (Wahani, 2012).








BAB III
LAPORAN KASUS
Hasil pengkajian didapatkan, klien masuk RSUD Dr. Moewardi Surakarta  tanggal 6 Desember 2012. Ibu klien mengatakan An. F ± 6 hari demam, panas, batuk berdahak, pilek, sesak nafas, muntah saat batuk. An. F awalnya diperiksakan ke bidan namun karena keterbatasan peralatan, An. F dibawa ke klinik terdekat dan mendapatkan Oksigen 2 lt/menit, antibiotik Cefotaxime 100 mg (inj iv) dan Sanmol. Setelah mendapatkan penanganan sementara di klinik klien langsung dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berdasarkan hasil pemeriksaan klien didiagnosa pneumonia.
Pengkajian dilakukan oleh penulis pada tanggal 9 Desember 2012 dan didapatkan data keluarga klien mengatakan kurang lebih 9 hari batuk berdahak dan sesak nafas. Klien menggunakan O2 nasal kanul 2 liter/menit, RR: 32 x/menit, HR: 152 x/menit, S: 36,2 0 C, SPO2: 99%, capilary refil > 3 detik, Hb: 9.3 g/dl (low), PH: 7.390 (high ). Pemeriksaan dada inspeksi: retraksi subcostal, palpasi: vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama bagian kiri getaran kurang, perkusi: redup, RBH (ronchi basah halus). 
Diagnosa keperawatan yang diambil pada An. F adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas. Rencana tindakan keperawatan yang disusun mempunyai tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil: sesak nafas berkurang, sekret dapat keluar, capillary refil < dari 3 detik, Hb normal (14.9-23.7), PH normal ( 7.110-7360), pemeriksaan dada : inspeksi : tidak ada retraksi sucostal, palpasi: vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi : sonor, auskultasi :  vesikuler. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
1.      Kaji status pernafasan.
2.      Lakukan fisioterapi dada.
3.      Pemberian O2 melalui nasal kanul.
4.      Nebulizer
5.      Pemberian zink dan antimikroba
Tabel 3.1
Implementasi Keperawatan pada An. F dengan Pneumonia di Ruang Melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta tanggal 9 s/d 11 Desember 2012
Tanggal/Jam
Implementasi
Respon
Paraf
9 Desember 2012
16.00 WIB

Mengkaji status pernafasan
S: Keluarga klien mengatakan An. F sesak nafas

O:
I  : Retraksi subcostal
P : Vocal fremitus kanan dan kiri tidsk sama
P : Redup bagian basalis posterior kanan dan kiri
A :  Ronchi basah halus (RBH)
SPO2 : 99%
RR : 32 x/menit
HR : 152 x/menit
S : 36,20C
Capilary refil : < 3 detik
Hb: 9.3 g/dl
PH: 7.390 (basa)
Nawa
16.20 WIB
Melakukan kolaborasi pemberian antibiotik
Injeksi Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi Gentamicin 25 mg / IV

S:Keluarga mengatakan An. F menangis setelah diinjeksi
O:Tidak ada respon
alergi pasien tidak
sesak nafas
Nawa
18.05 WIB
Melakukan Fisioterapi Dada
Persiapan klien untuk fisioterapi dada:
1.       Melonggarkan baju pasien
2.       Menerangkan cara pengobatan kepada keluarga secara ringkas dan jelas
3.       Memeriksa pernafasan dan nadi pasien
4.       Mengkaji pasien apakah pasien mempunyai reflek batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan secret
Cara melakukan fisioterapi dada:
1.       Jelaskan prosedur
2.       Kaji area paru
3.       Fisioterapi dada dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit
4.       Posisi  klien saat fisioterapi dada adalah klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 450 sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi sekret berada pada bronkus basalis posterior kanan dan kiri.
5.       Tampung sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih.
S: Keluarga klien mengatakan An.F belum pernah difisioterapi dada
O: Sekret bisa keluar berwarna kuning kental

Nawa
19.00 WIB
Memberikan O2 melalui nasal kanul 2 liter/menit



S:Keluarga klien mengatakan An. F masih sesak nafas
O: Setelah diberikan O2 sebanyak 2 lt/menit An. F sudah tidak sesak
RR : 36 x/menit
Nawa
10 Desember 2012
 08.00 WIB

Mengkaji status pernafasan
S: Keluarga klien mengatakan An. F sesak mulai berkurang , tetapi terkadang masih batuk .
O:
I  : Tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama,
P : redup pada bagian basalis posterior kanan dan kiri
A : Ronchi basah halus (RBH)
SPO2 : 98%
RR  : 38 x/menit
HR : 128 x/menit
S    : 36,70 C
Capilary refil : < 3 detik
Hb: 9.3 g/dl
PH: 7.390

Nawa
08.20 WIB
Melakukan kolaborasi pemberian antibiotik
Injeksi Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi Gentamicin 25 mg / IV

S: Keluarga klien mengatakan An. F menangis setelah diinjeksi
O : Tidak ada respon alergi
Nawa
10.00  WIB
Melakukan Fisioterapi dada
Persiapan klien untuk fisioterapi dada:
1.       Melonggarkan baju pasien
2.       Menerangkan cara pengobatan kepada keluarga secara ringkas dan jelas
3.       Memeriksa pernafasan dan nadi pasien
4.       Mengkaji pasien apakah pasien mempunyai reflek batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan secret
Cara melakukan fisioterapi dada:
1.       Jelaskan prosedur
Kaji area paru
2.       Fisioterapi dada dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit
3.       Posisi  klien saat fisioterapi dada adalah klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 450 sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi sekret berada pada bronkus basalis posterior kanan dan kiri.
4.       Tampung sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih.


S: Keluarga klien mengatakan setelah dilakukan fisioterapi dada sekret dapat keluar
O:Sekret bisa keluar berwarna putih
Nawa
11.15 WIB


Memberikan O2 melalui nasal kanul 2 liter/menit
S: Keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas
O: O2 nasal kanul 2 liter/menit dilepas
RR : 36 x/menit
Nawa
13.00 WIB
Mengkaji status pernafasan
S : Keluarga klien mengatakan  An. F sudah tidak sesak nafas
O  :
I  : Tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama
P : Redup pada bagian basalis posterior kanan dan kiri
A : Ronchi basah halus (RBH)
SO2 : 99%
RR : 36 x/menit
HR : 118 x/menit
S     : 36,50 C
Nawa
16.00 WIB

Melakukan fisioterapi dada
Persiapan klien untuk fisioterapi dada:
1.       Melonggarkan baju pasien
2.       Menerangkan cara pengobatan kepada keluarga secar ringkas dan jelas
3.       Memeriksa pernafasan dan nadi pasien
4.       Mengkaji pasien apakah pasien mempunyai reflek batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan sekret

Cara melakukan fisioterapi dada:
1.       Jelaskan prosedur
2.       Kaji area paru
3.       Fisioterapi dada dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit
4.       Posisi  klien saat fisioterapi dada adalah klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 450 sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi sekret berada pada bronkus basalis posterior kanan dan kiri.
5.       Tampung sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih.


S : Keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas
O : Sekret bisa keluar berwarna putih
RR : 36 x/menit
Nawa
16. 15 WIB
Melakukan kolaborasi pemberian antibiotik
Injeksi Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi Gentamicin 25 mg / IV

S: Keluarga klien mengatakan An. F menangis setelah diinjeksi
O: Tidak ada repon alergi,pasien tidak sesak nafas
Nawa
19.00
Mengkaji status pernafasan
S : Keluarga klien mengatakan An. F tidak sesak nafas

O :
SO2 : 98%
RR : 36 x/menit
HR : 120 x/menit
S     : 36,90 C
I  : Retraksi subcostal
P : Vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama, bagian kiri getaran kurang
P : Redup pada bagian basalis posterior kanan dan kiri
A : Ronchi basah halus (RBH)
Nawa
11 Desember 2012
08.00 WIB
Mengkaji status pernafasan klien
S: Kelurga klien mengatakan An.F lebih baik,tidak sesak nafas.
O:
I  :  tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
P : Sonor
A : Vesikuler
SO2 : 99%
RR  : 36 x/menit
HR : 124 x/menit
S    : 36,80 C
Nawa
08.30  WIB
Melakukan kolaborasi pemberian antibiotik
Injeksi Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi Gentamicin 25 mg / IV

S:  Keluarga klien mengatakan An. F menangis setelah diinjeksi
O: Tidak ada respon alergi, pasien tdak sesak
Nawa
10.00 WIB
Melakukan Fisioterapi dada
Persiapan klien untuk fisioterapi dada:
1.       Melonggarkan baju pasien
2.       Menerangkan cara pengobatan kepada keluarga secar ringkas dan jelas
3.       Memeriksa pernafasan dan nadi pasien
4.       Mengkaji pasien apakah pasien mempunyai reflek batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan sekret

Cara melakukan fisioterapi dada:
1.     Jelaskan prosedur
2.       Kaji area paru
3.       Fisioterapi dada dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit
4.       Posisi  klien saat fisioterapi dada adalah klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 450 sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi sekret berada pada bronkus basalis posterior kanan dan kiri.
5.       Tampung sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih.


S: Keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas
O:
I  :  tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
P : Sonor
A : Vesikuler
Nawa
13.00 WIB
Mengkaji status pernafasan
S : Keluarga klien mengatakan An.F tidak sesak nafas
O :
I  : tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
P : Sonor
A : Vesikuler
SPO2 : 99%
RR  : 38 x/menit
HR : 124 x/menit
S    : 36,80 C
Nawa
16.00 WIB
Melakukan kolaborasi pemberian antibiotik
Injeksi Ampicilin 75 mg / IV
Injeksi Gentamicin 25 mg / IV

S : Keluarga klien mengatakan An. F menangis setelah diinjeksi
O : Tidak ada respon alergi, pasien tidak sesak

Nawa
19.00 WIB
Mengkaji status pernafasan
S : Keluarga klien mengatakan An. F tidak sesak nafas
O :
I  : tidak ada retraksi subcostal
P : Vocal fremitus sama
P : Sonor
A : Vesikuler
SO2 : 99%
RR  : 38 x/menit
HR : 124 x/menit
S    : 37,80 C

Nawa

Hasil evaluasi tanggal 9 Desember 2012 jam 20.00 WIB didapatkan S: keluarga klien mengatakan An. F sesak nafas, O: SPO2 : 90%, RR  : 36 x/menit, HR : 114 x/menit, S: 36,70 C, terpasang O2 nasal kanul 2 lt/menit, Inspeksi: retraksi subcostal, Perkusi: Vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama bagian kiri getaran kurang, Palpasi: redup, Auskultasi: RBH (ronchi basah halus), A: masalah belum teratasi, P: lanjutkan intervensi: Mengkaji status pernafasan, melakukan fisioterapi dada, memberikan O2 nasal kanul 2 liter/menit, kolaborasi pemberian antibiotik.
Evaluasi tanggal 10 Desember 2012 jam 19.00 WIB, S: keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas, SPO2 : 98%, RR : 36 x/menit, HR : 120 x/menit, S: 36,90 C, O2 nasal kanul 2 liter/menit dilepas, pemeriksaan dada Inspeksi: Retraksi subcostal , Perkusi: Vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama bagian kiri getaran kurang, Palpasi: Redup, Auskultasi: Ronchi basah halus (RBH), A: masalah belum teratasi, P: lanjutkan intervensi : Mengkaji status pernafasan, melakukan fisioterapi dada, kolaborasi pemberian antibiotik.
Evaluasi tanggal 11 Desember 2012 jam 20.00 WIB, S: keluarga klien mengatakan An. F sudah tidak sesak nafas, O: SPO2 : 99%, RR  : 38 x/menit, HR : 124 x/menit, S : 37,80 C, Inspeksi:  tidak ada retraksi subcostal, Palpasi: Vocal fremitus sama, Perkusi: Sonor, Auskultasi: Vesikuler, A: masalah teratasi, P: pertahankan intervensi: Mengkaji status pernafasan, melakukan fisioterapi dada, kolaborasi pemberian antibiotik.















BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil pengkajian yang didapatkan An. F sesak nafas, RR : 36 x/menit, pada inspeksi ditemukan retraksi subcostal, perkusi ditemukan vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama, palpasi redup diarea basalis posterior kanan dan kiri, auskultasi ronchi basah halus (RBH). Berdasarkan teori tentang tanda dan gejala pneumonia, frekuensi pernafasan pada pneumonia lebih dari 50 x/menit, sedangkan RR klien 36 x/menit. Hal ini terjadi  karena klien telah mendapatkan perawatan ± 4 hari mendapat berbagai terapi seperti : O2 nasal kanul 2 liter/menit, mendapat obat injeksi ampicilin 75 mg dan injeksi gentamicin 25 mg sehingga frekuensi penafasan klien berangsur normal.
Pengkajian pemeriksaan dada pada inspeksi didapatkan retraksi subscostal karena adanya penumpukan sekret di dalam alveolus dan bronkiolus sehingga saat inspirasi klien harus menghirup O2 dengan kuat dan terjadi tarikan dinding dada. Pemeriksaan dada perkusi didapatkan suara redup bagian basalis posterior kanan dan kiri, redup terjadi karena adanya penumpukan sekret di dalam alveolus dan bronkiolus
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas : mukus dalam jumlah berlebihan, eksudat dalam alveoli, sekresi yang tertahan/sisa sekresi (Nanda, 2012). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Anak-anak cenderung lebih beresiko untuk terjadi penumpukan sekret karena pada anak usia bayi dan balita belum mampu mengeluarkan dahak sendiri. Selain itu pada bayi dan balita sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna sehingga mudah terkena infeksi.
Rencana keperawatan yang disusun antara lain kaji status pernafasan, nebulizer, fisioterapi dada, pemberian O2 nasal kanul, pemberian zink, kolaborasi pemberian antibiotik dalam pelaksanaannya ada 2 rencana keperawatan yang tidak dilakukan yaitu pemberian nebulizer dan pemberian zink.   
Nebulizer tidak diberikan karena tidak ada program dari dokter. Indikasi pemberian nebulizer sendiri yaitu diberikan pada penderita asma, bronko pnemonia, penderita alergi saluran pernapasan, atau penderita batuk pilek dengan dahak atau lendir berlebihan, An. F sendiri dengan pemberian O2 nasal kanul 2 liter/menit serta mendapat terapi obat injeksi ampicilin 75 mg dan injeksi gentamicin 25 mg, RR : 36 x/menit status respirasinya sudah membaik sehingga tidak diberikan nebulizer. Pemberian zink juga tidak dilakukan karena tidak ada program dari dokter. Zink sendiri berfungsi mempercepat pemulihan pneumonia berat pada anak usia di bawah dua tahun (Wahani, 2012). An. F sudah mendapatkan ASI eksklusif yang baik untuk sistem imunitasnya sehingga ASI eksklusif tersebut dapat menggantikan pemberian zink.
Implementasi pertama yang dilakukan adalah pengkajian status pernafasan menurut (Fransisca S. K , 2000 ) yang dilakukan 10 x selama 3x24 jam, dilakukan sebelum tindakan mandiri keperawatan dan kolaborasi pemberian antibiotik, pada pemeriksaan dada yang penulis lakukan didapatkan inspeksi : retraksi subcostal, palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama bagian kiri getaran kurang, perkusi : redup, auskultasi : RBH (ronchi basah halus). Hasil dari monitoring dapat dilihat dalam grafik 4.1,4.2
Grafik 4.1, pada hari pertama sampai tiga hari pengkajian frekuensi nafas dalam batas normal 25 – 50 x/menit. Pada hari kedua frekuensi pernafasan mulai turun menjadi 32 x/menit namun masih dalam batas normal dan pada hari ketiga frekuensi nafas mulai naik menjadi 38 x/menit karena pada pengkajian hari ketiga klien mengalami demam sehingga frekuensi pernafasan menjadi lebih cepat.
Grafik 4.2, pada hari pertama pengkajian didapatkan SPO2 klien rendah 95%  karena klien masih sesak nafas, pengkajian hari kedua dan ketiga SPO2 klien berangsur membaik menjadi dari 98% sampai 99% karena klien sudah mendapat tindakan keperawatan yaitu menggunakan O2 nasal kanul dan diberikan obat injeksi ampicilin 75 mg juga gentamisin 25 mg sehingga pernafasan klien membaik.
Implementasi yang kedua adalah melakukan fisioterapi dada sebanyak 4 x selama 3 x 24 jam. Fisioterapi dada pada An. F pertama dilakukan oleh perawat ruang selanjutnya dilakukan oleh penulis di dampingi oleh perawat ruang. Cara melakukan fisioterapi dada: jelaskan prosedur, kaji area paru, fisioterapi dada dilakukan satu kali sehari, tidak lebih dari 40 menit, posisi  klien saat fisioterapi dada adalah klien berbaring terungkup dalam posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 450 sampai 500 (18 sampai 20 inci), posisi sekret berada pada bronkus basalis posterior kanan dan kiri, tampung sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih. Tindakan fisioterapi dada sesuai dengan teori yang penulis dapat menurut (Hussein dan Elsamman, 2011) karena hasil bunyi saat dilakukan fisioterapi dada adalah vesikuler.
Implementasi yang ketiga adalah memberikan Oyang (Harahap, 2005 )efektif diberikan pada klien dengan perubahan pola nafas keadaan gawat. Pada saat penulis datang untuk melakukan pengkajian An. F sudah menggunakan O2 nasal kanul 2 liter/menit dan pada hari kedua pengkajian O2 nasal kanul dilepas karena status respirasi baik ditandai dengan An. Fsudah tidak sesak nafas, SPO2 99%, RR : 38 x/menit. Tindakan pemberian O2 nasal kanul 2 liter/menit sesuai dengan teori yang penulis dapat penelitian dipapua nugini menunjukkan, bahwa ada penurunan substansial dalam kematian ketika oksigen diberikan kepada pasien dengan pneumonia yang sangat parah hipoksemia. Oksigen sendiri pada proses respirasi digunakan sebagai energi untuk melakukan proses respirasi.
Implementasi yang keempat adalah kolaborasi pemberian antibiotik. Obat yang diberikan pada An. F adalah injeksi ampicilin 75 mg, injeksi gentamicin 25 mg sebanyak 3 x sehari melalui intra vena. Injeksi ampicilin digunakan untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan seperti pneumonia yang merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bekterisid. Injeksi gentamicin sendiri digunakan untuk pengobatan septikemia, meningitis, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran pencernaa, infeksi pada kulit. Antibiotik termasuk dalam obat-obatan terapi, diformulasikan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri, pada pasien dengan pneumonia disebabkan oleh bakteri streptococcus pneumonia, mycoplasma pneumonia, haemophilus influenza, chlamydia pneumonia, dan virus pernafasan (Gelone and O’Donnell, 2009). Apabila bakteri atau virus itu sudah mati akan memperlancar oksigenasi klien, karena tidak ada sekret yang menumpuk akibat terinfeksi bakteri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam hasil evaluasi sesuai dengan yang diharapkan oleh penulis yaitu  jalan nafas efektif dengan kriteria hasil, An. F tidak sesak nafas, sekret dapat keluar, capilary refil < 3detik, Hb : 12.6 g/dl, pemeriksaan dada inspeksi : tidak ada retraksi subcostal, palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi : sonor, auskultasi : vesikuler. Dilakukan sesuai dengan teori yang penulis dapat.









BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.        Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenchim paru, dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
2.        Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan paling dasar yang dibutuhkan semua orang khususnya pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi seperti pneumonia.
3.        Pengkajian pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan pneumonia dengan metode wawancara yang berkaitan dengan keluhan klien antara lain batuk dan lendir, sesak nafas, serta keluhan lain yang berkaitan dengan masalah transportasi O2 metode yang lain adalah metode observasi dengan melakukan pemeriksaan fisik pernafasan.
4.        Diagnosa yang muncul adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
5.        Intervensi yang dilakukan oleh penulis adalah kaji status pernafasan, lakukan fisioterapi dada, pemberian O2, yang efektif untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi pada An. F.
6.        Implementasi yang dilakukan untuk menangani ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah dengan mengkaji status pernafasan,
memonitor KU dan TTV, melakukan fisioterapi dada dan memberikan O2 nasal kanul untuk memenuhi kebutuhan oksigen didalam tubuh.
7.        Hasil evaluasi sesuai dengan yang diharapkan penulis. Jalan nafas An. F efektif dengan kriterian hasil An. F sudah tidak sesak nafas, sekret dapat keluar, capilary refil < 3detik, Hb : 12.6 g/dl, pemeriksaan dada inspeksi : tidak ada retraksi subcostal, palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi : sonor, auskultasi : vesikuler.

B.     Saran
1.      Bagi Penulis
Diharapkan dapat mengimplementasikan pemberian kebutuhan oksigenasi bagi pasien yang mengalami gangguan pernafasan.
2.      Bagi Pasien
Diharapkan dapat memberi bekal pengetahuan kepada keluarga dalam pemberian kebutuhan oksigenasi.
3.      Bagi institusi pendidikan
Diharapkan mengembangkan kurikulum dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan oksigenasi.
4.      Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadikan acuan untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan kebutuhan oksigenasi.

x

1 komentar:

  1. Casinos Near Foxwoods Resort Casino - Mapyro
    Where to stay near Foxwoods Resort Casino? · Foxwoods Resort Casino. 3131 구미 출장샵 W. 김천 출장샵 Virgin Hotels Las Vegas. 2131 화성 출장안마 Las Vegas 화성 출장샵 Blvd South Las 포항 출장마사지 Vegas, NV 89109.

    BalasHapus